Ketika petang Ahad pekan lalu Djuariyah, 46 tahun, berangkat mandi dia
tak menduga binatang kecil menempel di handuknya membawa perkara. Warga
Blok B Rumah Susun Sewa (Rusunawa) Randu, Kenjeran, Surabaya itu
menganggap serangga tadi hanya seekor semut. Tak berbahaya.
Selesai mandi, Djuariyah pun mengeringkan badan. Tak ada yang janggal.
Pada malam hari lehernya terasa gatal. Dia menggaruknya. Tapi gatal itu kian menjadi.
Makin kuat dia menggaruk, makin meradang kulitnya. Rasa gatal itu merambat cepat ke paha kanan, dan lengan kanan. Djuariyah mengerang. Kulitnya mulai perih dan panas.
Ia mencoba memberi salep, dan menaburi bedak biang keringat. Tapi sia-sia.
“Saya tidak mengira serangga itu berbahaya,” kata Djuariah pada VIVAnews. Meski begitu dia tak pergi ke Puskesmas. Padahal sudah empat hari kulitnya gatal, panas, dan perih.
Rupanya Djuariah tak sendiri. Di rumah susun itu, 60 orang bernasib sama. Ulah serangga kecil itu membuat 23 orang, termasuk anak-anak di Blok A, mengerang gatal. Di Blok B, 26 orang., Blok C 4 orang, dan Blok D ada 7 orang.
Dari televisi, mereka baru tahu gatal itu akibat serangga Tomcat. Sontak warga setempat mulai waspada. Ini serangga ternyata luar biasa.
Tomcat memang tengah mengamuk di Surabaya. Ratusan orang menjadi korban. Sampai 19 Maret saja, Dinas Kesehatan Surabaya mencatat 48 orang melapor ke Puskesmas.
Laporan datang dari Puskesmas Keputih. Kenjeran, Pakus, Medokan Ayu, Pacar Keling, Sidotapo Wetan, dan apartemen East Coast Laguna Pakuwon City. “Sekitar 7 Puskesmas menerima pasien akibat Tomcat,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Esty Martiana Rachmie.
Tentu, jumlah korban bisa lebih besar. Banyak warga terkena Tomcat tak melapor ke Puskemas. Contohnya Djuariyah. Di tempat dia tinggal, hanya 11 orang ke Puskesmas. Padahal korban di sana ada 60 orang.
Serangan ke Surabaya, sebenarnya dimulai dua pekan lalu, saat kawanan serangga itu menyerbu kawasan elit Apartemen Eascoast, Pakuwon City, Laguna Indah. Sesudah itu, aksi Tomcat menyebar ke wilayah lain.
“Serangan Tomcat tahun ini lebih dahsyat dari tahun lalu,” kata pengamat hama dan penyakit tanaman Dinas Pertanian Kota Surabaya, Radix Prima. Laporan terakhir, ada 28 titik di Surabaya terkena ulah Tomcat. Tapi yang tertangani baru 11 titik. Tahun lalu, kata Radix, Tomcat hanya menyerang Rusunawa Penjaringan Sari, dan Rusunawa Tanah Merah.
Tapi sejumlah serangan yang membuat panik itu pun bukan pertama di Jawa Timur.
Pada 2008, Tomcat menyerang perumahan yang dikelilingi tebu di Tulungagung. Korban 260 orang. Di tahun sama, terjadi serangan di Kecamatan Besuki, Tulungagung.
Korbannya 60 orang. Pada 2009, di rumah susun Gresik, dengan 50 orang korban. Pada 2010, serangan terjadi di Kenjeran, Surabaya, jumlah korban 20 orang. Lalu, apa sebenarnya Tomcat? Sejatinya, Tomcat punya banyak nama. Di luar negeri ia disebut Kumbang Rove (Rove Beetle). Orang Indonesia menyebutnya Semut Kanai, atau di Malaysia dipanggil Semut Kayap.
Nama ilmiah serangga itu adalah Paederus Fuscipes. Serangga ini termasuk Ordo Orthopetra dan Famili Staphylinidae.
Pakar serangga dan Guru Besar Entomologi Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc. mengatakan, “Binatang ini disebut Tomcat, mungkin karena bentuknya sepintas seperti pesawat tempur Tomcat F-14.”
Tubuh kumbang ini ramping, ukurannya kurang satu sentimeter, sekitar 7-10 milimeter, dan lebar 0,5-1,0 milimeter. Kepalanya hitam, sayap biru kehitaman. Bagian toraks dan abdomen oranye, atau merah. Pada saat berjalan, bagian belakang tubuhnya melengkung ke atas.
Tomcat berkembang biak di tanah, dan tempat lembab. Seperti di galangan sawah, tepi sungai, daerah berawa dan hutan. Serangga ini sangat doyan cahaya, terutama lampu rumah. Itu diduga menjadi alasan mereka meloncat dari sawah ke pemukiman manusia. Lahan bagi sawah juga kian sempit. Apalagi di Surabaya, sawah tinggal 1.600 hektar. Banyak sawah telah disulap menjadi perumahan.
Kumbang ini adalah pemangsa serangga lain. Ia musuh alami dari hama tanaman padi, wereng coklat. Maka, boleh dibilang Tomcat adalah sahabat petani.
Serangga itu sebetulnya tak menggigit, atau menyengat. Tapi jika terganggu atau tidak sengaja terpijit, ia akan mengeluarkan cairan. Inilah yang berbahaya. Cairan itu penyebab kulit memerah seperti terbakar (dermatitis). Itu sebabnya sering disebut Paederus Dermatitis. Di cairan itu ada zat racun yang disebut pederin. Ada yang menyebutnya 15 kali lebih beracun dari bisa ular kobra.
Bila racun Tomcat terkena di kulit manusia maka akan timbul rasa gatal, panas menyengat dan perih. Bila digaruk, maka bentolan mengandung nanah berwarna bening, akan pecah, dan menyebar ke daerah kulit lain seperti penyakit herpes. Sebaran bentolan akan semakin luas. Bila diobati, penyakit ini akan reda dalam 10 hari, atau dua minggu.
Serangan Tomcat tidak hanya terjadi di Indonesia. Tetapi pernah dilaporkan terjadi di Okinawa-Jepang (1966), Iran (2001), Sri Lanka (2002), Pulau Pinang-Malaysia (2004dan 2007), India Selatan (2007) dan Irak (2008).
Tomcat tak hanya merajalela di Surabaya, tapi juga di Tuban, Bekasi, Yogyakarta, Mataram dan Bali.
Di Kabupaten Tuban, serangga ini membuat cemas warga Desa Talangkembar, Montong, Tuban. Salah satu korbannya, Mauludin, 45 tahun, bercerita gatal-gatal yang dideritanya mirip ulah Tomcat. Kulitnya tak hanya gatal, tapi bengkak, dan sedikit bernanah. "Rasanya panas," kata Mauludin.
Di Bekasi, di ujung barat pulau Jawa, Tomcat bertingkah di Rusunawa Bekasijaya di Jalan Baru Underpass Duren Jaya, Kelurahan Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur.
Dedy bin Warsita, penghuni Rusunawa itu, mengatakan lokasi itu sudah diserang sejak dua bulan lalu. “Saya pernah terkena di leher. Rasanya panas, perih dan kulit saya memerah,” ujarnya. Menurutnya, dari 94 Kepala Keluarga (KK) yang tinggal di sana, 64 KK di antaranya sudah pernah “dikerjai” Tomcat.
Di Yogyakarta, Tomcat menyerang belasan warga di Kampung Celeban, Kelurahan Tahunan, Umbulharjo. Rata-rata warga terkena serangan ini tinggal di pemukiman dekat persawahan. “Saya baru tahu itu Tomcat ketika menonton berita di televisi,” kata warga Celeban ini.
Karena serangan kian meluas, pemerintah pun turun tangan. Dua kementerian, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian terlibat. “Sudah ditangani supaya tak meluas,” kata Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono.
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementrian Kesehatan, Dr Tjandra Yoga, dalam keterangan tertulisnya ke VIVAnews mengungkapkan agar warga tak panik. Ini bukan wabah mematikan. Ia memberi tips jika warga bertemu serangga ini.
Antara lain, jangan dipencet agar racun tidak mengenai kulit. Masukkan ke kantung plastik dan buang ke tempat aman. Bila kumbang ini berada di kulit, singkirkan dengan dengan meniup, atau memakai kertas. Beri air mengalir, dan sabun pada kulit yang terpapar cairan serangga ini. Bila masih terasa bengkak dan gatal, segera datang ke dokter.
Perlukan serangga ini dibasmi? Pakar penyakit, hama, dan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Dr Suputa, tak setuju. Dia mengingatkan, Tomcat bukanlah hama yang pantas dibasmi.
Serangga kecil itu adalah predator, dan musuh bagi wereng, hama paling menakutkan bagi para petani. Wereng membuat petani menangis, karena mengisap isi bulir padi. "Tomcat ini serangga berguna yang seharusnya kita dipindahkan ke lahan sawah."
Selesai mandi, Djuariyah pun mengeringkan badan. Tak ada yang janggal.
Pada malam hari lehernya terasa gatal. Dia menggaruknya. Tapi gatal itu kian menjadi.
Makin kuat dia menggaruk, makin meradang kulitnya. Rasa gatal itu merambat cepat ke paha kanan, dan lengan kanan. Djuariyah mengerang. Kulitnya mulai perih dan panas.
Ia mencoba memberi salep, dan menaburi bedak biang keringat. Tapi sia-sia.
“Saya tidak mengira serangga itu berbahaya,” kata Djuariah pada VIVAnews. Meski begitu dia tak pergi ke Puskesmas. Padahal sudah empat hari kulitnya gatal, panas, dan perih.
Rupanya Djuariah tak sendiri. Di rumah susun itu, 60 orang bernasib sama. Ulah serangga kecil itu membuat 23 orang, termasuk anak-anak di Blok A, mengerang gatal. Di Blok B, 26 orang., Blok C 4 orang, dan Blok D ada 7 orang.
Dari televisi, mereka baru tahu gatal itu akibat serangga Tomcat. Sontak warga setempat mulai waspada. Ini serangga ternyata luar biasa.
Tomcat memang tengah mengamuk di Surabaya. Ratusan orang menjadi korban. Sampai 19 Maret saja, Dinas Kesehatan Surabaya mencatat 48 orang melapor ke Puskesmas.
Laporan datang dari Puskesmas Keputih. Kenjeran, Pakus, Medokan Ayu, Pacar Keling, Sidotapo Wetan, dan apartemen East Coast Laguna Pakuwon City. “Sekitar 7 Puskesmas menerima pasien akibat Tomcat,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Esty Martiana Rachmie.
Tentu, jumlah korban bisa lebih besar. Banyak warga terkena Tomcat tak melapor ke Puskemas. Contohnya Djuariyah. Di tempat dia tinggal, hanya 11 orang ke Puskesmas. Padahal korban di sana ada 60 orang.
Serangan ke Surabaya, sebenarnya dimulai dua pekan lalu, saat kawanan serangga itu menyerbu kawasan elit Apartemen Eascoast, Pakuwon City, Laguna Indah. Sesudah itu, aksi Tomcat menyebar ke wilayah lain.
“Serangan Tomcat tahun ini lebih dahsyat dari tahun lalu,” kata pengamat hama dan penyakit tanaman Dinas Pertanian Kota Surabaya, Radix Prima. Laporan terakhir, ada 28 titik di Surabaya terkena ulah Tomcat. Tapi yang tertangani baru 11 titik. Tahun lalu, kata Radix, Tomcat hanya menyerang Rusunawa Penjaringan Sari, dan Rusunawa Tanah Merah.
Tapi sejumlah serangan yang membuat panik itu pun bukan pertama di Jawa Timur.
Pada 2008, Tomcat menyerang perumahan yang dikelilingi tebu di Tulungagung. Korban 260 orang. Di tahun sama, terjadi serangan di Kecamatan Besuki, Tulungagung.
Korbannya 60 orang. Pada 2009, di rumah susun Gresik, dengan 50 orang korban. Pada 2010, serangan terjadi di Kenjeran, Surabaya, jumlah korban 20 orang. Lalu, apa sebenarnya Tomcat? Sejatinya, Tomcat punya banyak nama. Di luar negeri ia disebut Kumbang Rove (Rove Beetle). Orang Indonesia menyebutnya Semut Kanai, atau di Malaysia dipanggil Semut Kayap.
Nama ilmiah serangga itu adalah Paederus Fuscipes. Serangga ini termasuk Ordo Orthopetra dan Famili Staphylinidae.
Pakar serangga dan Guru Besar Entomologi Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc. mengatakan, “Binatang ini disebut Tomcat, mungkin karena bentuknya sepintas seperti pesawat tempur Tomcat F-14.”
Tubuh kumbang ini ramping, ukurannya kurang satu sentimeter, sekitar 7-10 milimeter, dan lebar 0,5-1,0 milimeter. Kepalanya hitam, sayap biru kehitaman. Bagian toraks dan abdomen oranye, atau merah. Pada saat berjalan, bagian belakang tubuhnya melengkung ke atas.
Tomcat berkembang biak di tanah, dan tempat lembab. Seperti di galangan sawah, tepi sungai, daerah berawa dan hutan. Serangga ini sangat doyan cahaya, terutama lampu rumah. Itu diduga menjadi alasan mereka meloncat dari sawah ke pemukiman manusia. Lahan bagi sawah juga kian sempit. Apalagi di Surabaya, sawah tinggal 1.600 hektar. Banyak sawah telah disulap menjadi perumahan.
Kumbang ini adalah pemangsa serangga lain. Ia musuh alami dari hama tanaman padi, wereng coklat. Maka, boleh dibilang Tomcat adalah sahabat petani.
Serangga itu sebetulnya tak menggigit, atau menyengat. Tapi jika terganggu atau tidak sengaja terpijit, ia akan mengeluarkan cairan. Inilah yang berbahaya. Cairan itu penyebab kulit memerah seperti terbakar (dermatitis). Itu sebabnya sering disebut Paederus Dermatitis. Di cairan itu ada zat racun yang disebut pederin. Ada yang menyebutnya 15 kali lebih beracun dari bisa ular kobra.
Bila racun Tomcat terkena di kulit manusia maka akan timbul rasa gatal, panas menyengat dan perih. Bila digaruk, maka bentolan mengandung nanah berwarna bening, akan pecah, dan menyebar ke daerah kulit lain seperti penyakit herpes. Sebaran bentolan akan semakin luas. Bila diobati, penyakit ini akan reda dalam 10 hari, atau dua minggu.
Serangan Tomcat tidak hanya terjadi di Indonesia. Tetapi pernah dilaporkan terjadi di Okinawa-Jepang (1966), Iran (2001), Sri Lanka (2002), Pulau Pinang-Malaysia (2004dan 2007), India Selatan (2007) dan Irak (2008).
Tomcat tak hanya merajalela di Surabaya, tapi juga di Tuban, Bekasi, Yogyakarta, Mataram dan Bali.
Di Kabupaten Tuban, serangga ini membuat cemas warga Desa Talangkembar, Montong, Tuban. Salah satu korbannya, Mauludin, 45 tahun, bercerita gatal-gatal yang dideritanya mirip ulah Tomcat. Kulitnya tak hanya gatal, tapi bengkak, dan sedikit bernanah. "Rasanya panas," kata Mauludin.
Di Bekasi, di ujung barat pulau Jawa, Tomcat bertingkah di Rusunawa Bekasijaya di Jalan Baru Underpass Duren Jaya, Kelurahan Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur.
Dedy bin Warsita, penghuni Rusunawa itu, mengatakan lokasi itu sudah diserang sejak dua bulan lalu. “Saya pernah terkena di leher. Rasanya panas, perih dan kulit saya memerah,” ujarnya. Menurutnya, dari 94 Kepala Keluarga (KK) yang tinggal di sana, 64 KK di antaranya sudah pernah “dikerjai” Tomcat.
Di Yogyakarta, Tomcat menyerang belasan warga di Kampung Celeban, Kelurahan Tahunan, Umbulharjo. Rata-rata warga terkena serangan ini tinggal di pemukiman dekat persawahan. “Saya baru tahu itu Tomcat ketika menonton berita di televisi,” kata warga Celeban ini.
Karena serangan kian meluas, pemerintah pun turun tangan. Dua kementerian, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian terlibat. “Sudah ditangani supaya tak meluas,” kata Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono.
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementrian Kesehatan, Dr Tjandra Yoga, dalam keterangan tertulisnya ke VIVAnews mengungkapkan agar warga tak panik. Ini bukan wabah mematikan. Ia memberi tips jika warga bertemu serangga ini.
Antara lain, jangan dipencet agar racun tidak mengenai kulit. Masukkan ke kantung plastik dan buang ke tempat aman. Bila kumbang ini berada di kulit, singkirkan dengan dengan meniup, atau memakai kertas. Beri air mengalir, dan sabun pada kulit yang terpapar cairan serangga ini. Bila masih terasa bengkak dan gatal, segera datang ke dokter.
Perlukan serangga ini dibasmi? Pakar penyakit, hama, dan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Dr Suputa, tak setuju. Dia mengingatkan, Tomcat bukanlah hama yang pantas dibasmi.
Serangga kecil itu adalah predator, dan musuh bagi wereng, hama paling menakutkan bagi para petani. Wereng membuat petani menangis, karena mengisap isi bulir padi. "Tomcat ini serangga berguna yang seharusnya kita dipindahkan ke lahan sawah."