News Update :

Kenapa Ujian Nasional (UN) Bisa Bocor

Soal Ujian Nasional Bocor? .Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh tak percaya ujian nasional bisa bocor apalagi hingga mencapai 80 persen. “Kalau 80 persen itu bukan bocor, tapi ngowos alias jebol. Saya himbau masyarakat, gak usah percaya-lah, ngapain percaya gitu-gitu. Lebih bagus, sinau (belajar, red) saja,” kata dia seusai rapat Komite Pendidikan di kantor wakil presiden, Jakarta, Senin 11 April 2011.(http://ujiannasional.org/).

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh mengimbau agar masyarakat tidak usah percaya adanya soal Ujian Nasional (UN) yang bocor. Pemerintah pun berusaha agar semua soal UN tetap aman hingga pelaksanaan UN.

“Saya imbau kepada masyarakat, tidak usah percaya lah (kebocoran soal UN). Untuk apa percaya yang begitu. Lebih bagus sinau (belajar) saja,” imbau M Nuh di Kantor Wapres, Jakarta, Senin (11/4).(
http://ujiannasional.org/)
.

Kecurangan Baru

Namun, formula baru kriteria penilaian dan penentu kelulusan ini bukannya tanpa kelemahan. Dengan memberikan otoritas pada sekolah untuk menentukan 40 persen kelulusan anak didik akan berpotensi dalam terjadinya kecurangan-kecurangan gaya baru di dunia pendidikan kita. Kecurangan-kecurangan yang mungkin terjadi misalnya, pertama, adanya upaya untuk memperbaiki atau mengangkat nilai rapor untuk mendongkrak nilai akhir jika nilai UN anak didik jeblok. Potensi kecurangan ini bisa saja dilakukan pihak sekolah demi memperbaiki persentase tingkat kelulusan anak didik di sekolahnya yang telah menjadi salah satu ukuran berkualitas atau tidaknya sekolah yang bersangkutan. Potensi kecurangan seperti ini sesungguhnya telah lama terjadi dengan tujuan yang lain. Misalnya ketika akan mencalonkan anak didik untuk Jalur Panduan Minat dan Prestasi (PMP) atau dalam ungkapan lain disebut dengan Jalur Bebas Testing yang disediakan oleh berbagai PTN dimana kriteria utamanya adalah nilai rapor anak didik yang dicalonkan.

Kedua, kecurangan-kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Sekolah (US) akan lebih mudah terjadi dibandingkan dengan pelaksanaan UN seperti kebocoran soal dan kunci jawaban. Kecurangan-kecurangan tersebut bahkan berpotensi besar terkait kualitas pelaksanaan terutama tingkat pengawasan yang cenderung lebih rendah dari UN. Dengan kata lain, formula yang seperti ini akan membuka ladang kolusi baru bagi pihak terkait (guru, anak didik, dan orangtua).

Sanksi Terhadap Kecurangan UN

Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) tidak bosan-bosan mengajak siswa, guru, dan pejabat terkait untuk jujur dalam pelaksanaan ujian nasional (UN). Meskipun kecurangan sulit dideteksi, Kemendiknas tetap yakin ancaman sanksi bisa membuat semua yang terkait lebih jujur. Ancaman sanksi tahun ini adalah nilai siswa yang curang akan dihapus.

Ancaman tersebut disampaikan langsung Mendiknas Mohammad Nuh. Dia menjelaskan, tahun ini pihaknya memiliki sistem baru untuk mendeteksi kecurangan pengerjaan UN. Setiap lembar jawaban siswa memiliki kode rahasia. Kode tersebut hanya diketahui Kemendiknas, percetakan, dan pengawas.

Dengan kode rahasia tersebut, pelaksana UN bisa mengetahui langsung siswa yang melakukan kecurangan. ”Semua harus mengikuti tema UN tahun ini; prestasi yes, jujur harus,” tandas mantan Menkominfo itu.

Selain mewanti-wanti siswa supaya mengerjakan soal dengan jujur, Kemendiknas masih mencium potensi pihak sekolah yang mendongkrak nilai UN siswanya. Tujuannya satu, mencapai angka kelulusan 100 persen.

Untuk kasus itu, Nuh mengatakan bahwa pihak sekolah yang curang akan mendapatkan sanksi administratif. Yaitu, Kemendiknas tidak menerima nilai ujian sekolah. Sebagimana diketahui, ketentuan kelulusan diambil dari dua aspek. Pertama, dari nilai ujian nasional sebesar 60 persen dan yang kedua dari nilai ujian sekolah sebesar 40 persen. ”Jika sekolah nakal, persentase ujian sekolah kami hapus. Jadi murni kelulusan dari nilai UN saja,” tegas mantan rektor ITS tersebut. Jika nilai ujian sekolah yang diambil berdasar rapor dihapus, otomatis siswa berharap penuh kepada hasil UN.

Kepada wali murid yang anaknya menjalani UN, Nuh mengingatkan agar tidak terpengaruh isu jual beli bocoran naskah soal. Dia mengatakan, selama ini banyak sekali modus yang digunakan penipu untuk mencari duit menjelang detik-detik akhir pelaksanaan UN. Nuh mencontohkan, ada penipu yang mengatakan bahwa lembar soal yang dijualnya 50 persen persis dengan naskah UN. Harga yang dipatok bisa sampai Rp1 juta.

Ada juga yang memasang iming-iming bahwa akurasi naskah soal yang mereka jual itu adalah 75 persen bahkan 100 persen. ”Semua itu bohong. Kalau dipercaya, risikonya besar,” sebut Nuh.

Risiko muncul karena siswa bisa jadi ogah belajar karena merasa sudah memegang duplikat lembar soal UN. Padahal, lembar duplikat tersebut bohongan.

Pintu kebocoran naskah soal UN yang lain diduga muncul dari lembaga bimbingan belajar. Untuk menarik peminat, biasanya lembaga bimbingan belajar melobi percetakan untuk mendapatkan lembar soal UN. Untuk kasus itu, Nuh menegaskan bahwa tahun ini hal itu tidak akan terjadi. Nuh mengatakan, pihaknya mulai memberikan penyuluhan kepada lembaga bimbingan belajar untuk memperkaya kisi-kisi latihan UN. ”Kalau kisi-kisi, itu kan tidak masalah,” kata dia. Misalnya untuk pelajaran matematika, kisi-kisi soalnya tentang persamaan kuadrat atau lainnya.

Sebagaimana diberitakan, UN 2011 untuk tingkat SMA dan sederajat digelar Senin depan 18 April. Pekan ini tahap percetakan naskah UN sudah rampung. Dari beberapa inspeksi mendadak (sidak), Kemendiknas yakin kebocoran sudah bisa diatasi. Pencetakan naskah UN yang menelan anggaran Rp500 miliar dianggap sudah sesuai SOP (standard operational program). Selanjutnya tinggal proses distribusi.

Mendongkrak Nilai adalah Salah satu Bentuk Kecurangan

Kelulusan siswa SMA/SMK sederajat mulai tahun ini merupakan gabungan dari nilai ujian nasional dan ujian sekolah dengan perbandingan bobot 60:40. Jika ada tindakan curang dengan mendongkrak nilai ujian sekolah, maka sekolah yang melakukan hal tersebut akan dikenai sanksi.
Jika ada soal yang bocor, hal itu mudah ditelusuri karena ada kode khusus.
– Mohammad Nuh

“Nilai ujian sekolah bisa dihapus (nol) dan sekolah yang bersangkutan masuk daftar hitam,” kata Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh seusai melakukan inspeksi mendadak ke Percetakan Balai Pustaka, Sabtu (9/4/2011) di Pulo Gadung, Jakarta.

Selain melihat hasil ujian nasional (UN), kelulusan siswa mulai tahun ini juga diberikan dengan memerhatikan nilai ujian sekolah serta nilai rata-rata rapor semester III, IV, dan V.

Titik rawan

Nuh mengatakan, percetakan merupakan salah satu titik rawan kebocoran soal UN. Untuk mengantisipasi kemungkinan hal itu, pada setiap soal telah dibubuhkan kode khusus yang hanya diketahui orang-orang tertentu dari Kementerian Pendidikan Nasional, pengawas, dan percetakan.

“Jika ada soal yang bocor, maka hal itu mudah ditelusuri karena ada kode khusus. Bisa diketahui pula soal yang ‘bocor’ itu soal asli atau bukan. Yang penting masyarakat jangan terjebak spekulasi bahwa ada soal bocor,” kata Nuh.

Selain antisipasi kebocoran soal, juga dilakukan antisipasi terhadap kecurangan melalui lima tipe soal dengan tingkat kesulitan sama. Dari 20 siswa dalam satu ruang kelas, hanya akan ada empat siswa yang mengerjakan soal yang sama.

“Ini untuk meningkatkan kredibilitas UN semata. Teknis pengaturan soal random,” kata Nuh.

Solusi

Peningkatan kualitas pendidikan sejalan dengan peningkatan mutu anak didik yang menjadi sumber daya dalam memajukan bangsa ini ke depan. Peningkatan kualitas tentu harus dilaksanakan dengan prinsip-prinsip kejujuran, profesionalitas serta meminimalisir potensi-potensi kecurangan terutama dalam penentuan nilai akhir dan kelulusan anak didik. Rata-rata Nilai Akhir (NA) minimum 5, 5 dan tidak ada nilai mata pelajaran di bawah 4, 0 sebagai syarat kelulusan sepertinya bukan sesuatu kriteria yang berlebihan.

Oleh karena itu, sedapat mungkin harus diminimalisir berbagai kecurangan dengan cara sebagai berikut: pertama, pelaksanaan pengawasan Ujian Sekolah di suatu sekolah lebih ditingkatkan termasuk dengan cara mendatangkan pengawas dari luar atau sekolah lain untuk menjamin objektivitas pelaksanaan ujian. Hal ini bisa juga dilaksankan dengan pemberlakuan tim pemantau independen yang sayangnya justru akan ditiadakan dalam pelaksanaan UN 2011.

Kedua, membuat standarisasi soal Ujian Sekolah agar tidak dibuat semena-mena oleh pihak sekolah. Ketiga, melakukan pemantauan, pengawasan administrasi nilai rapor untuk mencegah pengangkatan nilai rapor anak didik.(
http://ujiannasional.org/).

Semua analisis diatas adalah bagus dan itu boleh dikatakan yang terjadi saat ini, kalangan birokrat, pengamat pendidikan atau apalah namanya telah melihat bahwa kemungkinan penyimpangan terbesar akan terjadi pada pelaksanaan US dan pada UN sudah diantisipasi dengan penggunaan soal acak alias random sehingga hanya empat siswa yang memiliki soal sama. Sudah efektifkah? Jika penyelenggara pendidikan masih punya jiwa dan semangat idelisme mungkin tidak perlu dengan cara beginipun sudah cukup, namun yang terjadi bukan itu, tetapi adalah perlombaan antara Dinas Pendidikan Nasional dengan penyelenggara sekolah. Kementrian Pendidikan Nasional Berlomba untuk menjadikan kualitas pendidikan Indonesia menjadi lebih baik dengan menetapkan standar pendidikan serta memberikan formula yang bagus, sebaliknya pihak penyelenggara pendidikan berlomba bagaimana menciptakan trik untuk bisa membantu siswa dengan memberikan kunci jawaban.

Perhatikan dengan baik: ketika pertemuan pengawas silang dengan kepala sekolah!

Bapak/Ibu pengawas silang yang kami hormati!, sudah kita ketahhui bersama pelaksanaan UN tahun 2011 ini jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, dimana siswa kita diberikan 5 kode soal yang berbeda, ini merupakan beban yang sangan berat bagi kita semua. Kerena sangat sulit bagi kita untuk bisa menolong siswa, apalagi selain bapak/ ibu juga ada pengawas independent. Dalam aturan Bapak/Ibu pengawas dilarang bawa HP keruangan, bawa koran dan lain-lain.Pokoknya semua serba ketat, kemudian sang Kepala Sekolah berkata: …ibarat lalu lintas kita akan ditangkap bila kita menabrak rambu-rambu lalu lintas, dan kita tidak akan ditangkap ketika kita membraknya, undang-undang itu tidak boleh kaku tapi dia fleksibel.ketahuilah bapak/ibu anak kami juga anak bapak/ibu, anak bapak/ibu juga anak kami. Maka dari itu kita berharap pada bapak/ibu janganlah sampai anak kita tidak bisa bernapas dalam Ujian, kalau bapak/ibu mau membantu silakan kami berterima kasih sekali, karena kekwatiran kami terhadap siswa akan terjadi kesalahan pengisian biodata maka kami berharap LJUN tidak dilak dikelas, tapi biarkan panitia yang melaknya…

Ketika ujian dimulai, LJUN dibagi kemudian soal dibagi oleh pengawas UN, tanda bel mulai mengisi biodata dibunyikan. Siswa mengisi biodata sambil diawasi dan di ingatkan pengawas, bel tanda mulai mengerjakan sola dibunyikan, pengawas mulai bekerja mengisi absen, nomor ujian, beerita acara rekapitulasi dan lain-lain yang menghabiskan waktu kira-kira 45 menit, saat pengawas menulis siswa pun membalik-balik soal, HP pun mulai berdering, bahkan terang-terangan siswa membaca sms di HP nya, sang pengawas seolah-olah tidak melihat dan mendengar. Pada waktu 45 menit sampai 60 menit pertama LJUN siswa sudah ditandai semuanya, kemudian hampir setiap 10 sampai 15 menit siswa minta izin ke kamar kecil (sepertinya siswa mengidap penyakit kecing tiap sebentar)sang pengawas pun tidak ambil pusing. Mungkin siswa sduah dipesan untuk tidak mengumpulkan LJUN atau keluar meninggalkan kan kelas walupun sudah selesai, jadi siswa pura-pura atau melambatkan dalam menghitamkan jawaban sampai bel ujian berakhir di bunyikan. Pemandangan lain panitia atau guru disekolah tersebut sama punya penyakit dengan siswanya yaitu, pengencing karena tiap sebentar ke WC siswa( WC Kantor tersumbat kaliya?…). Saat waktu ujian hampir habis sang pengawas berkeliling mengingatkan agar perhatikan kembali biodata (emangnya siswa terlalu goblok nggak bisa ngisi biodata)sambil tersenyum lantaran jawaban siswa dengan kode soal sama jawabannya sama semua ( IQ siswanya sama semua ya…abis jawabannya sama).

Bandingkan dengan Ujian/ Ulangan Harian : saat ujian/ulangan harian atau ujian semester sang guru/pengawas ujian galaknya minta ampun!, jangankan nyontek siswa melirik temanpun tak bisa.disiplin ujian yang luar biasa. Tapi kok UN ngak bisa gitu ya… hebatdong ujian harian ketimbang UN.

Memang ada beberapa daerah terutama di kota besar, pelaksanaannya betul betul sesuai dengan yang diharapkan, pegawas berfungsi, tim independen berfungsi. Itu sekolah yang ingin kulitas dan punya idelisme, tapi jika didaerah Kabupaten apalagi daerah terpencil ?Tim peninjau dari DINAS Pendidikan Kota/Kabupaten hanya meninjau sekolah-sekolah yang berada dipinggir jalan utama saja.

Inilah realita yang ada, masihkah perlu UN? Ini tantangan Bagi Pemerintah (Kemendiknas) memang soal tidak bocor, tapi peredaran kunci jawaban cukup gampang dan tidak perlu biaya.Kata orang bijak sepintar-pintarnya POlISI, lebih pintar lagi Sang PENCURI. Semoga kita tidak jadi pencuri semuanya!.
Share this Article on :
 
Design by Enda Alfaridzh