Desa Sawarna terletak di Kecamatan Bayah Banten, Jawa Barat. Untuk menuju ke sana terdapat dua jalur alternatif yang bisa digunakan. Pertama kita bisa melalui Jakarta, Tangerang, Rangkasbitung, Malimping, Bayah, dan Desa Sawarna, dalam rute ini memakan waktu sekitar 5 jam perjalanan. Dan, yang kedua kita bisa melalui Jakarta, Pelabuhan Ratu, Bayah, dan Desa Sawarna, perjalanan melalui jalur ini memerlukan waktu lebih lama, sekitar 7-8 jam perjalanan.
Desa ini memiliki keunikan dan keindahan pemandangan alam yang sangat menarik. Terutama pantai, gua, dan sawah yang terbentang luas menjadi daya tarik utama dari desa ini. Oleh sebab itu, banyak orang mengunjungi lokasi ini guna menyegarkan kembali pikiran yang sudah lelah dengan kegiatan sehari-hari.
Beberapa waktu lalu karena sudah sumpek dengan hiruk pikuk Jakarta, saya dan beberapa teman berlibur ke Desa Sawarna. Kami berangkat dari Jakarta pada hari Jumat jam 9 malam. Kala itu mobil yang kami sedikit "ajrut-ajrutan" karena jalan yang rusak. Selain jalan yang bisa membuat perut terkoyak-koyak, kami juga sempat muter-muter karena supirnya tidak tahu jalan, dan ditambah AC mobil yang rusak perjalanan kami semakin terasa spektakuler.
Akhirnya, jam setengah empat pagi kami sampai di penginapan, dekat Lagoon Pari. Setelah istirahat, salat, dan beres-beres, kami langsung melakukan trekking menyusuri desa menuju Lagoon Pari. Rencananya, kami mau berburu sunrise tapi sayangnya awan sedang mendung pagi itu. Jadi, kami harus menelan rasa penasaran kami tentang indahnya sunrise di Lagoon Pari, Sawarna.
Dari Lagoon Pari kami menggunakan perahu menuju Pantai Ciantir. Ini seru banget karena kami naik perahu kecil di tengah lautan dan diombang-ambingkan oleh ombak-besar. Pantai Ciantir ini merupakan salah satu spot surfing yang digemari oleh wisatawan asing karena ombaknya yang cukup besar dan menantang.
Setelah puas bermain di Pantai Ciantir, kami menuju Pantai Tanjung Layar. Pantai ini dinamakan Tanjung Layar karena ada batu besar yang menyerupai layar perahu besar. Kalau dilihat-lihat pemandangannya mirip seperti Phi-Phi Island yang ada di Phuket, Thailand.
Hari kedua di Sawarna kami habiskan dengan melakukan caving (penelusaran gua) di Gua Lalay. Sebelum sampai di sana kami harus berjalan terlebih dahulu dulu sekitar 15 menit melewati sawah, sungai, dan jembatan gantung.
Karena banyak dihuni oleh kelelawar maka dua ini dinamakan Gua Lalay yang artinya kelelawar. Gua ini merupakan gua basah sehingga banyak lumpur dan kotoran kelelawar. Aktivitas penelusar gua pun penuh perjuangan karena batu-batunya tajam dan licin. Baju saya yang tadinya penuh warna langsung berubah menjadi penuh noda lumpur.
Tapi, tidak rugi kok berbasah-basah dan berlumpur-lumpur ria di Gua Lalay karena pemandangan di dalamnya sangat keren. Sekadar saran saja, kalau mau caving di Gua Lalay sebaiknya memakai baju warna gelap saja, agar tidak berubah warna menjadi coklat kehitaman dan sebaiknya memakai sandal gunung atau sandal yang tidak mudah terlepas karena gua ini cukup licin.
Bagi teman-teman yang berdomisili di Jakarta dan ingin sejenak melarikan diri dari rutinitas dan kemacetan, Desa Sawarna bisa menjadi alternatif yang sangat pas. Ketenangan, kenyamanan, dan kealamian lokasinya bisa menyegarkan kembali fisik dan pikiran yang sudah lelah.